Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket

Kamis, 01 September 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2010

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :













a.   bahwa pengaturan mengenai klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi serta peran masyarakat jasa konstruksi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan usaha jasa konstruksi;
b.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
Mengingat         :
1.      Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.      Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara  Republik Indonesia Nomor 3833);
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3955);
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4408);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan      :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI.




PASAL I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor  63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3955) diubah sebagai berikut:

1.    Ketentuan Pasal 1 angka 2 diubah, sehingga ketentuan Pasal 1 angka 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1
2. Klasifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut bidang dan sub bidang usaha atau penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan/atau keterampilan tertentu dan/atau kefungsian dan/atau keahlian masing-masing.

2.    Diantara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 5 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (3) diubah, serta ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5), sehingga keseluruhan  Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 5
(1)    Lingkup layanan jasa perencanaan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dapat terdiri dari:
a.         survei;
b.         perencanaan umum, studi makro, dan studi mikro;
c.         studi kelayakan proyek, industri, dan produksi;
d.         perencanaan teknik, operasi, dan pemeliharaan;
e.         penelitian.
(2)    Lingkup layanan jasa pengawasan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dapat terdiri dari jasa:
a.         pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
b.         pengawasan keyakinan mutu dan ketepatan waktu dalam  proses pekerjaan dan hasil pekerjaan konstruksi.
(2a) Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan konstruksi dapat dilakukan secara terintegrasi.
(3)    Kegiatan yang dapat dilakukan secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) terdiri atas:
a.         rancang bangun (design and build);
b.         perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan terima jadi (engineering, procurement, and construction);
c.         penyelenggaraan pekerjaan terima jadi (turn-key project); dan/atau
d.         penyelenggaraan pekerjaan berbasis kinerja (performance based).
(4)    Pengembangan layanan jasa perencanaan dan atau pengawasan lainnya dapat mencakup antara lain jasa:
a.         manajemen proyek;
b.         manajemen konstruksi;
c.         penilaian kualitas, kuantitas, dan biaya pekerjaan.
(5)    Layanan jasa konstruksi yang dilaksanakan secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum.

3.    Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 7
(1)    Bidang usaha jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi terdiri atas bidang usaha yang bersifat umum dan spesialis.
(2)    Bidang usaha jasa pelaksana konstruksi, terdiri atas bidang usaha yang bersifat umum, spesialis, dan keterampilan tertentu.
(3)    Bidang usaha jasa konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus memenuhi kriteria mampu mengerjakan bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain, mulai dari penyiapan lahan sampai dengan penyerahan akhir atau berfungsinya bangunan konstruksi.
(4)    Bidang usaha jasa konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi kriteria mampu mengerjakan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain.
(5)    Bidang usaha jasa konstruksi yang bersifat keterampilan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi kriteria mampu mengerjakan subbagian pekerjaan konstruksi dari bagian tertentu bangunan konstruksi dengan menggunakan teknologi sederhana.

4.      Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 8
Badan usaha jasa konstruksi yang memberikan layanan jasa konstruksi harus memiliki sertifikat sesuai klasifikasi dan kualifikasi usaha.

5.      Diantara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 8A, Pasal 8B, Pasal 8C, dan Pasal 8D yang berbunyi sebagai berikut:


Pasal 8A
(1)       Klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 untuk bidang usaha jasa perencanaan dan jasa pengawasan konstruksi meliputi:
a.      arsitektur;
b.      rekayasa (engineering);
c.      penataan ruang; dan
d.      jasa konsultansi lainnya.
(2)       Klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 untuk bidang usaha jasa pelaksanaan konstruksi meliputi:
a.      bangunan gedung;
b.      bangunan sipil;
c.      instalasi mekanikal dan elektrikal; dan
d.      jasa pelaksanaan lainnya.
(3)       Setiap klasifikasi bidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dibagi menjadi beberapa subklasifikasi bidang usaha jasa konstruksi.
(4)       Setiap subklasifikasi bidang usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat meliputi satu atau gabungan dari beberapa pekerjaan konstruksi.
(5)       Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian subklasifikasi bidang usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 8B
(1)       Kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi:
a.      kualifikasi usaha besar;
b.      kualifikasi usaha menengah;
c.      kualifikasi usaha kecil.
(2)       Setiap kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibagi menjadi beberapa subkualifikasi usaha jasa konstruksi.
(3)       Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian subkualifikasi usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 8C
(1)       Orang perseorangan yang memberikan layanan jasa konstruksi atau orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha yang memberikan layanan jasa konstruksi harus memiliki sertifikat sesuai klasifikasi dan kualifikasi.
(2)       Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.    arsitektur;
b.    sipil;
c.    mekanikal;
d.    elektrikal;
e.    tata lingkungan; dan
f.     manajemen pelaksanaan.
(3)       Kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.    tenaga ahli; dan
b.    tenaga terampil.
(4)       Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas subkualifikasi:
a.    muda;
b.    madya; dan
c.    utama.
(5)       Tenaga terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas subkualifikasi:
a. kelas tiga;
b. kelas dua; dan
c.  kelas satu.
(6)       Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan kompetensi untuk subkualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dalam peraturan Menteri.

Pasal 8D
Dalam hal sertifikasi untuk bidang usaha instalasi mekanikal dan elektrikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A ayat (2) huruf c dan orang perseorangan untuk klasifikasi elektrikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8C ayat (2) huruf d, harus berkoordinasi dengan instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagalistrikan.

6.      Ketentuan Pasal 9 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah, ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 9
(1)    Usaha orang perseorangan dan/atau badan usaha jasa konsultansi perencanaan dan/atau jasa konsultansi pengawasan konstruksi hanya dapat melakukan layanan jasa perencanaan dan layanan jasa pengawasan pekerjaan konstruksi sesuai dengan sertifikat yang dimiliki.
(2)    Usaha orang perseorangan selaku pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, berteknologi sederhana, dan dengan biaya kecil.
(3)    Badan usaha jasa pelaksana konstruksi yang bukan berbadan hukum hanya dapat mengerjakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil sampai sedang, berteknologi sederhana sampai madya, dengan biaya kecil sampai sedang.
(4)    Dihapus.
(5)    Untuk pekerjaan konstruksi yang berisiko tinggi dan atau yang berteknologi tinggi dan atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan.

7.      Ketentuan Pasal 10 ayat (4) diubah, sehingga Pasal 10 ayat (4) berbunyi sebagai berikut:


Pasal 10
(4)       Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria risiko, teknologi, dan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri.

8.      Ketentuan Pasal 11 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 11 ayat (1) berbunyi sebagai berikut:


Pasal 11
(1)       Penanggung jawab teknik yang merupakan tenaga tetap badan usaha jasa perencanaan, jasa pelaksanaan, dan jasa pengawasan harus memiliki sertifikat keterampilan dan/atau keahlian sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja konstruksi.

 

9.      Ketentuan Bab II Bagian Keempat dihapus.


10.   Ketentuan Bab III dihapus.


11.   Ketentuan Pasal 22 tetap dan penjelasannya diubah, sehingga penjelasan Pasal 22 adalah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal demi Pasal Peraturan Pemerintah ini.


12.   Ketentuan Pasal 23 dihapus.


13.   Ketentuan Pasal 24 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah,  dan ayat (4) sampai dengan ayat (8) dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 24
(1)    Untuk melaksanakan kegiatan pengembangan jasa konstruksi didirikan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut Lembaga.
(2)    Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.      Lembaga Tingkat Nasional, yang berkedudukan di ibu kota negara; dan
b.      Lembaga Tingkat Provinsi, yang berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3)    Lembaga Tingkat Nasional dan Lembaga Tingkat Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing beranggotakan wakil dari unsur:
a.      asosiasi perusahaan jasa konstruksi yang telah memenuhi persyaratan;
b.      asosiasi profesi jasa konstruksi yang telah memenuhi persyaratan;
c.      perguruan tinggi yang memiliki disiplin keilmuan yang berkaitan dengan pengembangan usaha jasa konstruksi dan/atau pakar yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi;  dan
d.      pemerintah, yang terdiri dari pejabat instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang pembinaan jasa konstruksi berdasarkan rekomendasi dari Menteri untuk Lembaga Tingkat Nasional atau gubernur untuk Lembaga Tingkat Provinsi.
(4)    Dihapus.
(5)    Dihapus.
(6)    Dihapus.
(7)    Dihapus.
(8)    Dihapus.

14.   Ketentuan Pasal 25 ayat (1) tetap, penjelasannya diubah, sehingga penjelasan Pasal 25 ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal demi Pasal Peraturan Pemerintah ini, serta ketentuan Pasal 25 ayat (2) dan ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 25
(1)    Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 mempunyai sifat nasional, independen, mandiri, dan terbuka yang dalam kegiatannya bersifat nirlaba.
(2)    Kepengurusan Lembaga Tingkat Nasional dikukuhkan oleh Menteri dan kepengurusan Lembaga Tingkat Provinsi dikukuhkan oleh gubernur.
(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pengurus, masa bakti, tugas pokok dan fungsi, serta mekanisme kerja Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Menteri.

15.   Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 26
(1)    Lembaga Tingkat Nasional menetapkan pedoman pelaksanaan tugas Lembaga setelah mendapat persetujuan Menteri.
(2)    Lembaga Tingkat Provinsi dalam melaksanakan fungsinya mengacu pada pedoman pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

16.   Ketentuan Pasal 27 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 27
(1)       Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya Lembaga dapat memperoleh dana yang antara lain berasal dari:
a.      pendapatan imbalan atas layanan jasa Lembaga;
b.      kontribusi dari anggota Lembaga;
c.      bantuan dari pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
(2)       Selain dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah memberikan dukungan pendanaan untuk kegiatan kesekretariatan Lembaga.

17.   Di antara Pasal 28 dan Pasal 29 disisipkan 3 (tiga) pasal baru, yakni Pasal 28A, 28B, dan 28C yang berbunyi sebagai berikut:


Pasal 28A
(1)       Dalam pelaksanaan tugas melakukan registrasi Tenaga Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c, Lembaga Tingkat Nasional membentuk Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Nasional dan Lembaga Tingkat Provinsi membentuk Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Provinsi. 
(2)       Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan fungsi:
a.      sertifikasi Tenaga Ahli Utama; dan
b.      penyetaraan klasifikasi dan kualifikasi Tenaga Asing.
(3)       Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan fungsi:
a.      sertifikasi Tenaga Ahli Madya dan Muda; dan
b.      sertifikasi Tenaga Terampil.
(4)       Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Provinsi setelah memperoleh lisensi dari Lembaga Tingkat Nasional.

Pasal 28B
(1)      Dalam pelaksanaan tugas melakukan registrasi badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf d, Lembaga Tingkat Nasional membentuk Unit Sertifikasi Badan Usaha Nasional dan Lembaga Tingkat Provinsi membentuk Unit Sertifikasi Badan Usaha Provinsi. 
(2)      Unit Sertifikasi Badan Usaha Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan fungsi:
a.      sertifikasi badan usaha dengan kualifikasi besar; dan
b.      penyetaraan klasifikasi dan kualifikasi badan usaha asing.
(3)      Unit Sertifikasi Badan Usaha Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan fungsi sertifikasi  untuk badan usaha dengan kualifikasi menengah dan kecil.
(4)      Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Unit Sertifikasi Badan Usaha setelah memperoleh lisensi dari Lembaga Tingkat Nasional.

Pasal 28C
(1)      Selain Unit Sertifikasi Tenaga Kerja yang dibentuk oleh Lembaga, masyarakat jasa konstruksi dapat membentuk Unit Sertifikasi Tenaga Kerja.
(2)      Unit Sertifikasi Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya melayani sertifikasi Tenaga Ahli Madya, Tenaga Ahli Muda, dan Tenaga Terampil dalam 1 (satu) wilayah provinsi.
(3)      Dalam 1 (satu) wilayah provinsi dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) Unit Sertifikasi Tenaga Kerja.
(4)      Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Unit Sertifikasi Tenaga Kerja setelah memperoleh lisensi dari Lembaga Tingkat Nasional.

18.   Ketentuan Pasal 29 huruf a dan huruf d diubah, sehingga keseluruhan Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 29
Lembaga mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam:
a.         memberikan lisensi kepada Unit Sertifikasi Badan Usaha dan Unit Sertifikasi Tenaga Kerja;
b.         memberikan status kesetaraan sertifikat keahlian tenaga kerja asing dan registrasi badan usaha asing;
c.         menyusun dan merumuskan ketentuan mengenai tanggung jawab profesi berlandaskan prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum;
d.         memberikan sanksi kepada asosiasi perusahaan, asosiasi profesi, dan institusi pendidikan dan pelatihan yang mendapat akreditasi dari Lembaga atas pelanggaran yang dilakukan; dan
e.         memberikan sanksi kepada penyedia jasa konstruksi atas pelanggaran ketentuan Lembaga.


19.   Diantara Pasal 29 dan Pasal 30 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 29A dan Pasal 29B yang berbunyi sebagai berikut:


Pasal 29A
(1)      Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 pada Lembaga Tingkat Nasional dibentuk sekretariat.
(2)      Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara fungsional oleh salah satu unit kerja di lingkungan Kementerian yang bertanggung jawab di bidang konstruksi.
(3)      Ketentuan lebih lanjut mengenai sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Menteri setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara.

Pasal 29B
(1)      Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 pada Lembaga Tingkat Provinsi dibentuk sekretariat.
(2)      Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara fungsional oleh perangkat daerah yang membidangi konstruksi.
(3)      Ketentuan lebih lanjut mengenai sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan gubernur.

20.   Ketentuan Pasal 31 diubah, sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:


 Pasal 31
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 8, Pasal 8C ayat (1), Pasal 9, dan Pasal 10 yang dilakukan oleh usaha orang perseorangan dan badan usaha jasa konstruksi dikenakan sanksi berupa:
a.   peringatan tertulis;
b.   memasukkan dalam daftar pembatasan/larangan kegiatan usaha;
c.    pembatasan bidang usaha;
d.   pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja;
e.   pencabutan registrasi; dan/atau
f.     pembatalan keanggotaan asosiasi.

21.   Ketentuan Pasal 38 diubah, sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 38
(1)      Pengurus Lembaga Tingkat Nasional dan Lembaga Tingkat Provinsi yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini harus sudah dikukuhkan paling lama pada bulan Desember 2011.
(2)      Pengurus Lembaga Tingkat Nasional dan Lembaga Tingkat Provinsi yang dibentuk sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah ini tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan dikukuhkannya Pengurus Lembaga Tingkat Nasional dan Lembaga Tingkat Provinsi berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.


PASAL II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal  6  Januari  2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                    ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal  6  Januari  2010
MENTERI HUKUM DAN HAK AZASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
                                               
       ttd.

PATRIALIS AKBAR


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN  2010  NOMOR  7